09 Mei 2024

Social Entrepreneurship, Langkah Baru dalam Bisnis Berkelanjutan

Melihat potensi kewirausahaan yang tidak hanya berfokus pada laba yang diwujudkan dalam kegiatan kewirausahaan sosial, atau sering dikenal sebagai Social Entrepreneurship, Program Studi (Prodi) S1 Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Sebelas Maret (UNS) menggelar Guest Lecture dengan tema Beyond Profit: Igniting Social Impact Through Entrepreneurship.

Menghadirkan Pritha O. Aritonang, Project Coordinator di Platform Usaha Sosial (PLUS), sesi kuliah tamu yang terselenggara pada hari Selasa (11/07/2023) tersebut dihadiri oleh lebih 100 peserta yang terdiri dari mahasiswa dan dosen Prodi S1 Manajemen FEB UNS secara virtual.

Dr. Atmaji, MM., Kaprodi S1 Manajemen menyampaikan sambutan sekaligus membuka jalannya kuliah tamu.

Melalui sambutannya, Dr. Atmaji menyampaikan terima kasih dan harapannya, khususnya kepada Ibu Pritha yang telah bersedia meluangkan waktu untuk menyampaikan materinya semoga dapat memberikan pencerahan terkait bagaimana social entrepreneurship yang ada pada saat ini kepada mahasiswa Prodi S1 Manajemen FEB UNS.

“Saat ini Prodi S1 Manajemen selalu mengadakan beberapa sesi tatap muka dengan dosen tamu, ini bertujuan agar selain mahasiswa mendapatkan ilmu dari dosen, mereka juga mendapatkan pengetahuan dari praktisi atau para akademisi lain yang dapat memberikan wacana yang lebih luas untuk materi yang sedang dipelajari. Terima kasih pada semua peserta, mahasiswa dan dosen. Saya berharap semoga mahasiswa dapat mengikuti acara secara seksama agar dapat memetik manfaat yang sebesar-besarnya. Mudah-mudahan acara pada pagi ini dapat terselenggara dengan baik dan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi mahasiswa,” harap Dr. Atmaji.

Mengawali paparan mengenai Usaha Sosial (Social Entrepreneurship-SE), Pritha menyampaikan bahwa terdapat perbedaan mendasar antara usaha biasa, organisasi nirlaba ataupun NGO, dan SE.

“Pada organisasi nirlaba tidak terdapat keuntungan material/laba, sementara SE berada diantara keuntungan finansial dan dampak sosial. Potensi usaha sosial untuk dapat bertahan (sustainable) adalah lebih besar dari NGO,” jelas Pritha.

Kewirausahaan sosial sendiri dapat didefinisikan sebagai gerakan yang bertujuan untuk membuat perubahan sosial di lingkungan masyarakat, melalui praktik bisnis yang bertanggungjawab sehingga menciptakan dampak yang berkelanjutan (sustainable). Sehingga tujuan dari bisnis tersebut tidak hanya menghasilkan keuntungan tapi juga untuk memberikan dampak positif.

Menurutnya, fokus dari SE memicu pengelola untuk menumbuhkan nilai unik yang dapat ditawarkan pada konsumen.

“Usaha sosial juga bisa berfokus pada hasil usaha sendiri dan tidak tergantung pada hibah. Inilah yang membuat usaha sosial bisa lebih sustainable,” tambahnya.

Berbagi pengalamannya selama bergabung dalam ekosistem tersebut, Pritha juga menjelaskan tiga-tipe dari Kewirausahaan Sosial dilihat dari penerima manfaat (beneficiaries) antara lain embedded model, integrated model, dan separated model.

Dalam hal ini, terdapat 5 (lima) langkah yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi apakah sebuah bisnis merupakan sebuah Usaha Sosial.

 

Langkah pertama adalah dengan mengetahui kegiatan bisnis, kemudian perlu juga diketahui siapakah konsumen maupun target dari bisnis tersebut, selanjutnya identifikasi apakah permasalahan yang dirasakan oleh organisasi tersebut, setelah itu perlu diketahui bagaimanakah cara bisnis tersebut mendapatkan income atau pemasukan, dan yang terakhir adalah pentingnya tujuan perubahan yang ingin diciptakan oleh organisasi atau bisnis tersebut.

Di Indonesia sendiri terdapat tren peningkatan jumlah bisnis sosial dengan jumlah usaha yang didirikan mencapai hampir lebih dari 100 usaha di tahun 2017. Mayoritas usaha tersebut bergerak di bidang industri kreatif, diikuti oleh sektor pertanian dan perikanan, serta pendidikan. Meskipun begitu, menurut data yang disampaikan oleh Pritha, persebaran lokasi usaha sosial ini masih terpusat di pulau Jawa. Dimana mayoritas wirausahawan sosial (47%) menyatakan bahwa tantangan yang paling sering dihadapi adalah keterbatasan modal. Selain itu mereka juga menyatakan bahwa masih kesulitan dalam mengakses sumber pendanaan dan kesulitan dalam meningkatkan keterampilan manajerial.

Beberapa peserta tampak antusias dalam berdiskusi secara langsung bersama pembicara yang hadir dalam kuliah tamu kali ini. Bahkan beberapa mahasiswa menyatakan bahwa mereka telah mencoba untuk membangun bisnis sosial dan meminta saran dan rekomendasi dari Ibu Pritha selaku Project Coordinator di Platform Usaha Sosial.