
Working Paper Forum Bahas Topik Fishermen Activities and Social Conflict on Regional Development: A Political Economy Perspective
Pusat Pengembangan Penelitian, Pengabdian Masyarakat (P4M) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Sebelas Maret (UNS) adakan Working Paper Forum dengan topik bahasan Fishermen Activities and Social Conflict on Regional Development: A Political Economy Perspective, Rabu, 21 Mei 2025 di Ruang Konimex, Gedung Bachtiar Effendi.
Topik ini dibahas oleh Prof. Bhimo Rizky Samudro, S.E., M.Si., Ph.D dari Riset Grup Ekonomi Kerakyatan, Evolusi Institusi, dan Studi Dinamika Pembangunan.
Fishermen Activities and Social Conflict on Regional Development: A Political Economy Perspective merupakan penelitian Prof. Bhimo Rizky Samudro dkk yang membahas bagaimana aktivitas nelayan dan konflik sosial memengaruhi pembangunan daerah dari perspektif ekonomi politik.
Dikatakan, pembangunan daerah sering kali dihadapkan pada tantangan yang timbul akibat interaksi antara sektor perikanan tradisional dan modern. Perubahan dalam teknologi penangkapan ikan, kebijakan pemerintah, dan alokasi sumber daya dapat memicu ketegangan sosial di kalangan nelayan.
Latar belakang penelitiannya adalah upaya mengangkat potensi modal sosial dalam ranah kawasan dan sosioekonomi lokal yakni di pantai Sendangbiru, Kabupaten Malang yang memiliki garis pantai terpanjang di pantai selatan Pulau Jawa dan memiliki potensi perikanan kedua terbesar setelah Cilacap, namun memiliki juga potensi jejaring dan konflik sosial akibat “keberagaman etnis nelayan” (Jawa, Madura dan Bugis),
Selain itu juga merespon isu kebijakan nasional pemerintah yang fokus pada potensi Kemaritiman Indonesia, bukan sekedar Ekonomi Maritim (Marine Economy) tetapi Ekonomi Politik Maritim (Marine Political Economy).
Dalam penelitiannya, Prof. Bhimo menggunakan perspektif dan madzab penelitian ekonomi politik kelembagaan. Prinsip penelitian: historis-specificity, circular and cumulative causation, kontradiksi, dan pendekatan penelitian: deskriptif analitis dan kualitatif.
Sedangkan untuk jenis dan teknik pengumpulan data menggunakan data primer kualitatif dan kuantitatif didapatkan dengan dua cara, yaitu observasi dan wawancara. Data sekunder kualitatif didapatkan melalui proses diskusi Focus Group Discussion (FGD) dengan para pihak yang kompeten dan ahli untuk subjek penelitian ini. Sedangkan data sekunder kuantitatif diperoleh melalui instansi terkait seperti Dinas Kelautan dan Perikanan (Kabupaten Malang dan Provinsi Jawa Timur) dan Badan Pusat Statistik (BPS) (Kabupaten Malang dan Provinsi Jawa Timur).
Hasil temuan dalam penelitiannya: Karakteristik Khas (Stylized Fact) Kelas Nelayan Sendang Biru: Kapitalis Minoritas vs Proletariat Mayoritas; Dinamika Kelas Sosial dan Produktivitas Tangkapan; Dinamika Kelas Sosial dan Produktivitas Tangkapan; Kontradiksi Konflik Sosial dan Eksploitasi Lingkungan Hidup.
Beberapa kesimpulan penelitian Prof. Bhimo dkk itu dirumuskan sebagai berikut:
Pertama, modal sosial dalam bentuk ketahanan terhadap kondisi alam dan kemampuan berperan aktif dalam struktur kelembagaan (jejaring sosial) di masyarakat dapat mendorong dampak kausa kumulatif (contoh: transformasi sosioekonomi ke arah yang lebih baik pada nelayan etnis Bugis).
Kedua, modal sosial yang dimiliki nelayan etnis Bugis bukan saja mampu menciptakan transformasi sosioekonomi yang lebih baik bagi mereka, namun juga mampu menciptakan transformasi kondisi struktur sosial (contoh: nelayan etnis Bugis mampu menjadi kelas pemilik modal dan bahkan menciptakan ketergantungan (alat produksi, proses produksi, sumberdaya manusia dan keahlian) pada nelayan etnis lain, seperti Jawa dan Madura.
Tiga, terdapat perbedaan proses kesadaran dan perjuangan kelas antara nelayan etnis Bugis dan etnis Jawa-Madura. Nelayan etnis Bugis memiliki kesadaran kelas (karena bridging dan linking social capital) sebagai minoritas dan pendatang untuk melakukan perjuangan kelas sehingga dapat menjadi kelas pemilik modal, sementara etnis Jawa dan Madura memiliki kesadaran kelas (karena bonding social capital) sebagai mayoritas dan “tuan rumah” untuk melakukan perjuangan kelas dan bahkan konflik sosial untuk keluar dari kelas buruh.
Empat, konflik antar kelas terjadi manakala kelas core cenderung intimidatif membatasi akses sosioekonomi kelas periphery. Apabila proses konflik sosial ini berkelanjutan (akumulasi) dalam jangka waktu tertentu maka akan memicu kausa kumulatif berupa produktivitas tangkapan menurun (ekonomi), kualitas SDM menurun (sosial), ketidaknyaman sosioekonomi (sosial politik) dan penurunan kualitas lingkungan hidup.
Lima, pola eksploitasi kelas core (nelayan etnis Bugis) terhadap ikan tuna kecil (sebagai dampak kumulatif dari konflik sosial) ternyata memicu dampak juga terhadap kualitas lingkungan dan ekosistem di Sendang Biru. Hal ini merupakan suatu kontradiksi terhadap lingkungan hidup, dimana perilaku ekonomi (eksploitasi ikan tuna kecil) disebabkan karena konflik sosial dan ternyata berdampak pada menurunnya regenerasi dari ikan tuna sendiri (karena ikan tuna kecil dieksplotasi).
Di forum itu, beberapa dosen berdiskusi aktif membahas topik yang sudah dipaparkan oleh Prof. Bhimo sebelumnya.