15 Feb 2020

Beri Kuliah Umum di FEB UNS, Ketua OJK Singgung Dampak Ekonomi Akibat Corona dan Omnibus Law

Perekonomian Indonesia akhir-akhir ini terus mendapatkan ujian. Usai turunnya persentase perekonomian Indonesia di Kuartal IV tahun 2019 di angka 4,97 persen, kini ekonomi Indonesia di awal tahun 2020 harus dihadapkan pada ujian yang lebih berat akibat merebaknya virus corona dan omnibus law.

Melalui Kuliah Umum bertajuk ‘Global and Indonesia Economic Outlook 2020’ yang digelar di Aula Konimex Gedung 4 Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Sabtu (15/2/2020), Ketua Dewan Komisioner (DK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Prof. Wimboh Santoso, Ph. D mengulas secara detail peran pemerintah, khususnya OJK, dalam mengatasi dampak ekonomi yang akan dirasakan Indonesia selama tahun 2020.

“Rupiah melemah tidak terlepas dari fenomena-fenomena di sekitar kita yang mempengaruhi ekonomi. Ekonomi Indonesia tidak bisa terisolir dari kondisi yang lain dan sangat tergantung dengan ekonomi dari negara lain. Walau corona belum masuk tapi dampaknya kena. Corona menjadi objek yang banyak disalahkan banyak orang,” ujar Prof. Wimboh Santoso mengawali kuliah umumnya.

Peserta seminar, dosen dan mahasiswa pascasarjana

Di hadapan dosen dan mahasiswa UNS yang hadir, Prof. Wimboh Santoso mengatakan bila virus corona yang saat ini sudah menjangkiti beberapa negara di dunia akan memberikan dampak yang signifikan bagi negara-negara yang memiliki angka ekspor yang tinggi. Ia memprediksi bahwa di Kuartal I tahun 2020 ini, pertumbuhan ekonomi Tiongkok mengalami penurunan di atas 1 persen.

“Kekhawatiran dampak meluasnya wabah virus corona yang memicu risk-off dan mendorong pelemahan bursa saham dan harga minyak. Negara yang punya ekspor lebih tinggi selalu kena corona outbreak. Beruntungnya Indonesia ekspornya tidak terlalu besar sehingga dampak dari corona outbreak tidak terlalu besar. Pertumbuhan ekonomi dunia minus 0,5 di Kuartal I 2020 akibat corona. China mengalami penurunan 1,5 persen,” lanjut Prof. Wimboh.

Tidak hanya menyinggung penurunan ekonomi Tiongkok, Prof. Wimboh juga menyinggung pertumbuhan kredit yang tercatat di angka 6,08 persen di akhir tahun 2019. Anomali yang terjadi sektor keuangan di akhir tahun 2019 tersebut dinilai oleh Prof. Wimboh sebagai akibat dari sikap para pelaku bisnis di Indonesia yang sedang menunggu omnibus law sebab insentif yang akan diberikan omnibus law jumlahnya akan besar.

Omnibus law yang saat ini sedang digodok oleh pemerintah menjadi perbincangan dan polemik nasional. Nantinya, melalui jurus baru pemerintah tersebut, pemerintah akan mengajukan dua Rancangan Undang-Undang (RUU), yaitu RUU Ketenagakerjaan dan RUU Perpajakan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

“Sektor keuangan agak anomali di akhir 2019 kemarin karena angkanya sangat mencengangkan karena kredit hanya tumbuh 6,08 dan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) 5,02 persen. Kenapa kredit turunnya drastis karena ada beberapa hipotesis. Kami di OJK sedang meneliti betul. Ini karena adanya pengumuman omnibus law semua menunggu karena insentifnya besar sekali. Karena menunggu itu makanya agak berpengaruh. Kalau nanti setelah omnibus law tidak digenjot maka PDB kita akan di bawah 5 persen dan belum lagi ditambah adanya corona.”

Sebagai Ketua OJK, Prof. Wimboh juga ikut meluruskan polemik omnibus law yang menjadi bahan kritikan akademisi dan buruh. Ia mengatakan bahwa omnibus law yang dicanangkan Presiden Jokowi sejak akhir tahun 2019 lalu ditujukan untuk menggenjot peningkatan investasi di Indonesia. Ia juga menambahkan bila dengan omnibus law, undang-undang (UU) akan semakin cepat direvisi mengingat jumlah UU di Indonesia sangat banyak dan akan memakan waktu lama bila harus merevisinya satu per satu.

Dalam kesempatan tersebut, Prof. Wimboh membagikan sejumlah jurus yang dilakukan pemerintah dalam merangsang sumber pertumbuhan ekonomi baru. Seperti membuat 10 prioritas destinasi wisata dan mengolah sumber daya di dalam negeri untuk meningkatkan penyerapan tenaga kerja.

“Kita membuat 10 prioritas destinasi wisata untuk menciptakan sumber pertumbuhan ekonomi baru, Misalnya, seperti PT. Freeport harus diolah di indonesia. Sebisa mungkin mengolah apa yang kita punya di negara sendiri agar menyerap sumber daya manusia. Yang dilakukan ke depan di sektor keuangan. Ekonomi harus ada sumber ekonomi baru yang menyerap tenaga kerja dan berorientasi ekspor. Tujuannya bagaimana bisa memberikan skema pembiayaan bagi pembayaran besar, UMKM, dan konsumen. Kami ada master plan sektor jasa keuangan 2020-2024, isinya supaya sektor keuangan bisa kompetitif di Indonesia dan di regional,” tutup Prof. Wimboh.

Melalui terselenggaranya Kuliah Umum ini, Wakil Dekan Bidang Umum dan Keuangan FEB UNS, Dr. Djuminah, M.Si., Ak., berharap agar kedatangan Prof. Wimboh mampu untuk menambah ilmu dan menjadi bahan pendalaman materi bagi mahasiswa FEB UNS. Kedepannya, Dr. Djuminah juga mengatakan bila FEB akan menindaklanjuti tawaran OJK untuk mengadakan seminar seputar omnibus law dengan Fakultas Hukum (FH) UNS. Humas / Yefta.

 

Editor: Drs. BRM. Bambang Irawan, M.Si.