16 May 2020

Prodi MESP Gelar Visiting Lecture Bahas Pembayaran Terhadap Jasa Lingkungan

Program Studi Magister Ekonomi Pembangunan (MESP) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sebelas Maret (FEB UNS) selenggarakan Visiting Lecture dengan narasumber Diswandi, S.E, M.Sc., Ph.D dari Universitas Mataram (UNRAM), Kamis 13 Mei 2020.

Kegiatan yang dilaksanakan secara daring itu diikuti oleh mahasiswa MESP, PDIE, Ilmu Lingkungan UNS dan mahasiswa S2 UNRAM dengan pembahasan khusus tentang pembayaran terhadap jasa lingkungan atau dikenal dengan Payment for Environmental Services (PES).

PES didefinisikan sebagai transaksi sukarela dimana layanan ekosistem dibeli oleh setidaknya satu pembeli layanan dari setidaknya satu penyedia layanan dengan ketentuan bahwa penyedia terus melestarikan sumber daya alam.

PES bertujuan untuk mendorong pemanfaatan sumberdaya alam yang lebih efisien dan bertanggungjawab. Tanpa ada intervensi langsung dari publik, ancaman terhadap kerusakan lingkungan akan semakin meningkat, ketersediaan jasa lingkungan akan menjadi langka, dan muncul berbagai persoalan lingkungan, seperti banjir, kekeringan, tanah longsor dan pemanasan global.

Beberapa skema PES diantaranya
penyerapan dan penyimpanan karbon (misalnya perusahaan listrik membayar petani atau pemilik tanah untuk menanam dan memelihara pohon tambahan); Perlindungan keanekaragaman hayati (misalnya donor konservasi membayar penduduk lokal untuk memulihkan daerah membuat koridor biologis); Perlindungan daerah aliran sungai (misalnya konsumen air hilir membayar pengguna hutan di hulu untuk mengadopsi pengelolaan lahan yang mengendalikan deforestasi, erosi tanah, risiko banjir, dll.); dan kemudahan lanskap (misalnya operator pariwisata membayar komunitas lokal untuk menjaga keindahan lanskap atau tidak berburu di hutan yang digunakan untuk ekowisata)

Diswandi telah melakukan studi kasus PES di Lombok sebagai respon terhadap ancaman kekurangan air di Lombok.

Menurutnya, kesenjangan ekonomi antara masyarakat yang mengelola hutan di daerah pedesaan dan mereka yang mengonsumsi air di daerah perkotaan menimbulkan konflik kepentingan terkait tata kelola hutan.

Penduduk desa miskin yang tinggal di sekitar hutan Rinjani didorong untuk mengambil bagian dalam perlindungan hutan, yang bertentangan dengan ketergantungan ekonomi mereka pada lahan hutan. Sementara itu, masyarakat yang relatif makmur di daerah perkotaan membutuhkan air dan karenanya bergantung pada tata kelola hutan yang efektif.

Program PES di Lombok Barat terintegrasi dengan hutan kemasyarakatan untuk membantu petani mendapatkan benih gratis, yang utamanya adalah Multipurpose Trees Species (MPTS) yang seharusnya memberikan manfaat ekonomi dan dengan demikian berkontribusi pada pengurangan kemiskinan.

Namun, karena jumlah dana yang disediakan relatif kecil, itu hanya dapat digunakan untuk modal tambahan untuk mengelola hutan rakyat. Sulit untuk berpendapat bahwa PES akan dapat menyelesaikan masalah kemiskinan dalam jangka pendek. Karena sebagian besar pohon yang ditanam dikategorikan sebagai MPTS, dapat diasumsikan bahwa lebih banyak manfaat akan dinikmati dalam jangka panjang setelah siap dipanen. (Humas FEB)

Editor: Drs. BRM. Bambang Irawan, M.Si.