16 Jul 2020

New Normal, Saat Tepat Me-Rebranding Pasar Tradisional

Pembatasan sosial yang diterapkan di awal Maret 2020 lalu karena pandemi Covid-19 berdampak pada menurunnya transaksi ekonomi. Banyak pedagang khususnya di pasar tradisional yang tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya karena pendapatan mereka turun drastis. Data dari Dinas Perdagangan  Solo di bulan Mei 2020 transaksi di Kota Solo menurun terus  antara 30% hingga 90% sesuai jenis komoditas.

Kondisi seperti di atas melatarbelakangi  Tim Riset dari Universitas Sebelas Maret (UNS) yang diketuai Dr. Sutanto, S.Si., DEA, Prof. Jamal Wiwoho, SH, M.Hum serta beranggotakan Dr. Intan Novela Qurrotul Aini, S.E., M.Si, Dr. Isharyanto, S.H., M.Hum. dan Tonang Dwi Ardyanto, dr.,Sp.PK., Ph.D. untuk  mencari alternatif solusi mengurangi keterpurukan para pedagang.

Tim mulai menyusun gagasan dan segera mengimplementasikan sistem barter,  sistem perdagangan dengan saling bertukar barang. Dasar dari konsep ini adalah ketika transaksi berkurang karena krisis covid-19 dan jumlah uang beredar adalah tetap, maka agar tidak terjadi inflasi yang harus dilakukan adalah mengurangi kecepatan (velocity) uang berpindah tangan. Cara mengurangi velocity uang adalah membuat sistem barter di pasar tradisional dimana pedagang dapat menukarkan komoditasnya dengan sembako.

Hal itu disampaikan Dr. Intan Novela Qurrotul Aini, S.E., MSi. dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UNS, selaku anggota tim riset ini, pada Seminar Riset Daring, Kamis 16 Juli 2020.

Konsep ini mulai dijalankan pada April-Mei 2020 kepada para pedagang di Pasar Legi Solo.  Pedagang sangat antusias karena memang mereka saat itu tidak mendapatkan pemasukan karena penurunan omzet pejualan yang sangat drastis. Dana awal yang didapat Tim dari donatur, dalam dan luar negeri dibelikan sembako dan pedagang melakukan barter dengan  barang dagangan mereka, diantaranya pisang, buah, sayur, empon-empon dan lain sebagainya.

“Ketika barang dari pedagang sudah banyak, pada Mei-Juni 2020 Tim sudah menformalkan konsep barter, barang-barang barter dari pedagang mulai diseleksi kualitasnya, diberi petunjuk harga dan dijual online melalui WA Bisnis, facebook, instagram dan aplikasi lainnya. Dan memasuki new normal kegiatan barter mulai menurun namun pasar penjualan online semakin luas, pedagang banyak mengambil manfaatnya dari penjualan online. Pesanan konsumen semakin meluas tidak hanya  barang yang ada di Pasar Legi namun merambah juga barang-barang yang dijual di pasar-pasar lainnya, seperti ikan dan ayam dan lainnya.” jelasnya.

Dr. Intan melanjutkan, fokus dari konsep barter  itu tidak hanya menopang hidup para pedagang tapi juga mengedukasi tentang protokol kesehatan. Dalam proses menukar barang, pedagang harus belajar mentaati protokol kesehatan, mencuci tangan, memakai masker dan menjaga jarak.

Dalam menjalankan sistem barter ini, Tim memiliki  keterbatasan dalam hal  sosialisasi yang kurang masiv dan belum ada kepercayaan dari semua pedagang, mengingat ini adalah hal yang baru buat mereka. Baru sebagian pedagang yang bersedia bergabung dan bekerja sama. Profil pedagang sebagian besar merupakan wanita berusia lebih dari 30 tahun, berpendidikan SMA dan berdagang yang lebih dari 10 tahun.

Keterbatasan lain untuk menjalankan gagasan ini adalah banyak pedagang yang kurang melek teknologi sehingga kurang termotivasi untuk ikut terlibat.

Tim riset tetap optimis sistem perdagangan online akan berkembang di lingkungan pasar tradisional, karena era digitalisasi adalah sesuatu keniscayaan yang tidak bisa dihindarkan.  Agar konsep penjualan baru ini bisa berjalan dengan baik, para pedagang perlu mendapatkan lebih banyak edukasi, butuh usaha yang keras untuk memahamkan kepada pedagang agar lebih digital mindset. Juga perlu kerjasama intensif dengan berbagai pihak untuk meningkatkan kualitas SDM serta kerjasama dari aspek digitalisasi dan pembiayaan. Perlu juga di atur peran pemerintah untuk memberi regulasi barter serta pemberian insentif untuk memacu penjualan online pasar tradisional.

Beberapa manfaat sistem barter yang diterapkan pada pedagang pasar tradisional mampu memperluas jaringan pasar dengan membuat market place bersama secara online, mempunyai komoditas hasil barter yang bisa dijual secara online, serta data komoditas beserta daftar harga akan menjadi peluang untuk membuat sistem perdagangan online dimana stok komoditas tetap berada di kios-kios pedagang.

Di akhir paparannya, Dr. Intan menyampaikan, menuju new normal adalah sebuah momentum yang sangat tepat sekali untuk mulai me-rebranding pasar tradisional. Pasar yang semula di-image-kan sebagai tempat kumuh, tidak rapi dan kurang nyaman dapat diubah sebagai pasar yang bersih,  rapi, dan  mengikuti protokol kesehatan serta memiliki keunggulan dan keunikan. Pasar bukan sekedar tempat bertemunya pembeli dan penjual tapi juga tempat yang memberikan kenyamanan sebagai salah satu destinasi wisata dan menjadi edu wisata bagi kenormalan baru. (Humas)

Editor: Drs. BRM. Bambang Irawan, M.Si.