Prodi Perlu Kerja Keras Siapkan Akreditasi dengan Kriteria 9
Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) mengembangkan Instrumen Akreditasi Program Studi (IAPS) 4.0 yang berorientasi pada output dan outcome. Pengukuran mutu lebih dititikberatkan pada aspek proses, output dan outcome, sementara instrumen sebelumnya lebih banyak mengukur aspek input.
Program studi (Prodi) perlu bekerja keras mempersiapkan diri untuk akreditasi dengan Kriteria 9 yang jauh berbeda dengan sebelumnya dengan menggunakan standar 7.
Kriteria 9 tersebut meliputi visi, misi, tujuan dan sasaran; tata pamong, tata kelola dan kerjasama; mahasiswa; sumber daya manusia; keuangan, sarana, dan prasarana; pendidikan; penelitian; pengabdian kepada masyarakat; luaran dan capaian tridharma.
Hal itu disampaikan Prof. Tulus Haryono,M.Ek. saat menjadi narasumber di bimbingan teknis akreditasi yang diikuti oleh sebanyak 50 orang pimpinan dari Universitas Warmadewa Bali, 18 Desember 2019 di UNS Inn, Solo.
Lebih lanjut Prof. Tulus menjelaskan, ada dua jenis laporan yang dikirim ke BAN PT yakni laporan kinerja prodi, yang lebih banyak data kuantitatif dan laporan penyusunan evaluasi diri prodi, lebih banyak kualitatifnya.
Enam bulan sebelum masa akreditasi habis, prodi harus sudah mengajukan ke BAN PT. Untuk itu, paling tidak satu tahun sebelumnya, prodi harus sudah mempersiapkan diri karena pengerjaan borang sangat butuh ketelitian.
“Penyusunan borang dilakukan oleh kepala program studi (kaprodi) dan dibantu oleh tim. Kaprodi harus terlibat langsung dan sangat paham isi borang dan proses penyusunannya karena yang utama diwawancarai adalah kaprodi, sementara lainnya adalah membantu” tegas dosen yang pernah menjadi kaprodi program doktor di FEB UNS dan sudah 16 tahun berjalan menjadi Asesor BAN PT
Prof. Tulus juga menegaskan agar dalam penyusunan borang harus mengikuti template yang sudah ditentukan oleh BAN PT.
“Apapun templatenya harus kita ikuti, jangan pernah sekalipun mengubah format yang sudah disediakan oleh BAN PT” katanya.
Dalam hal pelaporan kerjasama, prodi harus melaporkan kerjasama dengan industri, instansi ataupun perguruan tinggi, baik di dalam maupun luar negeri. Namun yang perlu diingat adalah, kerjasama tersebut bukanlah kerjasama yang “tidur’ namun yang masih ada aktifitasnya .
Untuk profil dosen, asesor akan menilai apakah dosen mengampu sesuai dengan keahlian atau tidak, termasuk dosen tidak tetap. Yang dilihat adalah pendidikan terakhir.
“Jika semua dosen mengampu sesuai dengan keahlian, nilainya 4. Peraturan dari BAN PT, jika terdapat lebih dari 7 dosen yang mengampu tidak sesuai dengan keahliannya, maka nilainya 3” katanya
Untuk kepentingan akreditasi, Prof Tulus mengingatkan untuk memperbanyak dosen tetap karena sebagai tulang punggung prodi, sebaliknya perlu membatasi dosen tidak tetap.
Dalam presentasinya, Prof. Tulus memaparkan poin-poin penting saja terkait akreditasi kriteria 9, dilanjutkan dengan sesi diskusi.
Disela-sela paparannya, Prof Tulus juga memotivasi peserta untuk selalu berusaha meraih jabatan akademik tertinggi
“Itu adalah hak Anda sebagai dosen. Kalo sudah punya karya silahkan proses untuk ke jabatan akademik yang lebih tinggi lagi, tidak akan ada yang menghalangi. Beda halnya dengan jabatan struktural yang ada campur tangan orang lain dalam pencapaiannya” paparnya.
Selanjutnya, Prof. Tulus juga menekankankan agar dosen mengembangkan ilmunya dengan studi lanjut.
Seorang petani saja setiap pagi mengasah aritnya untuk mengolah lahan. Demikian juga sebagai dosen yang lahannya adalah mahasiswa, harus selalu mengasah pengetahuannya, memperbaiki pola pembelajarannya kepada mahasiswa, maka dosen harus studi lanjut.