Applied Microeconomics Research Group Bahas Pandemi Covid-19, Ekonomi Rumah Tangga dan Malnutrisi pada Anak
Permasalahan gizi di Indonesia terbagi dalam tiga permasalahan yakni kekurangan gizi pada anak, child stunting mencapai 27,67%, child wasting 10,2% dan juga kelebihan gizi balita sebesar 8%, dewasa 21%. Masalah lain, kekurangan gizi mikro yang dapat dilihat dari anemia Ibu hamil sebesar 48,9%. Keadaan malnutrisi tersebut perlu diwaspadai karena berdampak kuat terhadap penyakit tidak menular pada masa berikutnya, yaitu hipertensi, stroke dan diabetes.
Stunting berdampak luas tidak sebatas hambatan pertumbuhan dan perkembangan saja, lebih jauh lagi hingga gangguan metabolisme, hipertensi, stroke dan diabetes. Berbagai penyakit tersebut berakibat pada penurunan produktifitas yang berpotensi pada kerugian ekonomi negara juga besar.
Untuk mengatasi permasalahan gizi, kita memerlukan investasi gizi karena setiap investasi $1 di Indonesia untuk menurunkan stunting melalui intervensi spesifik dengan cakupan minimal 90% akan memberikan manfaat 48 kalinya ($48). Investasi perbaikan gizi juga dapat membantu memutus lingkaran kemiskinan dan meningkatkan PDB negara hingga 3% per tahun.
Pernyataan itu disampaikan Dr. Dhian Dipo, Direktur Gizi Masyarakat, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada Webinar Series kedua bertema Pandemi Covid-19, Ekonomi Rumah Tangga dan Malnutrisi pada Anak yang diselenggarakan oleh Applied Microeconomics Research Group Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sebelas Maret (FEB UNS), Kamis 10 September 2020.
Selanjutnya disampaikan program perbaikan gizi selama masa pandemi telah dilakukan dengan memodifikasi pelayanan gizi. Pelayanan dilakukan dengan pencatatan dan pelaporan pelayanan gizi seperti sebelum pandemi, membuat grup media sosial secara daring, kunjungan rumah bagi sasaran berisiko (balita gizi kurang, balita gizi buruk, bumil anemia, rematri anemia), konseling melalui media virtual, edukasi masyarakat melalui berbagai media komunikasi, buku KIA sebagai alat edukasi pemantauan pertumbuhan dan perkembangan yang dilakukan secara mandiri di rumah.
Dr. Dhian berharap adanya dukungan dan koordinasi berbagai sektor terkait dalam pelaksanaan kegiatan posyandu pada adaptasi kebiasaan baru, penguatan pemberdayaan masyarakat dalam mendukung upaya percepatan perbaikan yang berkelanjuan serta penguatan peran Tri Dharma Tinggi, pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat untuk memaksimalkan kontribusi upaya penanggulangan stunting.
Sementara itu, narasumber kedua, Dr. Elan Satriawan, M.Ec. Chief of Policy Working Group TNP2K, Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan yang juga Dosen FEB UGM menyatakan upaya memulihkan ekonomi dan kesejahteraan termasuk malnutrisi juga harus didahului dengan upaya efektif pengendalian Covid-19.
Pemerintah telah mengalokasikan anggaran sebesar hampir 700 triliun rupiah untuk Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) termasuk untuk mempertahankan kesejahteraan kelompok bawah. Tantangannya adalah memastikan efektifitas anggaran dan program PEN mulai dari data, banyak program, serapan anggaran yang rendah dan kualitas pelaksanaan.
Dr. Elan menyinggung adanya potensi riset ke depan terhadap krisis ekonomi yang dipicu oleh Covid-19 dan telah berlangsung selama lebih kurang 6 bulan. Sejauh ini beberapa dampak dari krisis ini telah tampak. Dari sisi makro adanya kontraksi ekonomi, penurunan konsumsi-investasi, pengeluaran pemerintah, maupun penurunan aktifitas ekonomi sektoral, maupun peningkatan kemiskinan dan ketimpangan. Dan dari sisi mikro adanya penurunan konsumsi rumah tangga, hilangnya pekerjaan atau pendapatan, penurunan kualitas pembelajaran, penurunan akses pada layanan kesehatan, dan lain-lain.
Di sesi kedua, Tri Mulyaningsih, SE, M.Si, Ph.D dan Vitri Widyaningsih dr, MS, Ph. D, dosen UNS serta beberapa peneliti lain dalam riset kolaborasi melihat stunting sebagai masalah yang kompleks, diasosiasikan dengan banyak dimensi yakni dimensi anak, dimensi kondisi orang tua dan rumah tangga maupun dimensi sekitar lingkungan dimana anak tumbuh.
Penelitian terhadap stunting perlu memperhatikan dimensi yang kompleks, misalnya perilaku makanan anak-anak berkaitan erat dengan resiko stunting yang tinggi. Stunting banyak diobservasi juga di rumah tangga miskin dengan tingkat pendidikan orang tua yang rendah. Terkait dengan lingkungan sekitar, adanya keterbatasan pada akses pelayanan kesehatan dan infrastruktur dasar berkontribusi pada tingginya angka stunting. (Humas)