03 Sep 2020

Applied Microeconomics Research Group Bahas Adaptasi Perubahan Iklim di Sektor Pertanian

Perubahan suhu dan curah hujan merupakan dua indikator utama dari  perubahan iklim  yang telah terjadi  di belahan dunia,  tidak terkecuali di Indonesia. Kondisi seperti  ini berdampak pada seluruh sektor, salah satunya adalah sektor pertanian.

Sektor pertanian sangat tergantung kepada iklim. Ketika ada perubahan iklim, sektor pertanian terganggu dan dampaknya luar biasa, baik terhadap produksi maupun kestabilan ketersediaan pangan sehingga perlu adanya adaptasi.  Salah satunya adalah adaptasi petani.

Untuk mendiseminasikan hasil penelitian,  Applied Microeconomics Research Group yang diketuai oleh Prof. Dr. Yunastiti Purwaningsih, MP mengadakan webinar bertemakan  Adaptasi Perubahan Iklim di Sektor Pertanian,  Kamis,  13 Agustus 2020.

Prof. Dr. Yunastiti Purwaningsih, MP, Dosen FEB UNS

Berdasarkan penelitian yang dilakukan bersama dengan tim, Prof. Yunastiti menyampaikan dalam presentasinya bahwa faktor yang berpengaruh terhadap pilihan adaptasi petani adalah umur, pengetahuan terhadap perubahan iklim, luas lahan, pendapatan non pertanian dan keanggotaan dalam kelompok tani.

Pada lahan tidak beririgasi, semakin tua umur petani maka cenderung akan memilih adaptasi monocrops atau monokultur, yakni menanam satu jenis tanaman saja pada musim tanam yang sama, misalnya hanya menanam padi. Sedangkan petani yang mempunyai pengetahuan tentang perubahan iklim atau yang menjadi anggota dalam kelompok tani akan cenderung memilih jenis adaptasi multicrops  atau multikultur,  yakni menanam lebih dari satu jenis tanaman, misalnya menanam padi dan palawija.

Dan pada lahan beririgasi, semakin tinggi luas lahan maka petani cenderung untuk memilih adaptasi multicrops. Semakin tinggi pendapatan non pertanian semakin besar peluang petani untuk memilih jenis adaptasi monocrops.

Dalam penelitian ini, tim  memberikan saran agar  lebih mengefektifkan dan mengoptimalkan  kegiatan penyuluhan pertanian  dalam kondisi perubahan iklim. Materi yang lebih intensif yang disampaikan kepada petani adalah informasi mengenai perubahan iklim dan adaptasi yang diperlukan dalam menghadapi perubahan iklim serta  jenis tanaman yang cocok dan menguntungkan pada budaya multicrops di  tengah perubahan iklim.

Prof. Dr. Rizaldi Boer, Pakar Manajemen Resiko Iklim, Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim IPB

Sementara itu, Prof. Dr. Rizaldi Boer, Pakar Manajemen Resiko Iklim, Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim IPB membahas tentang  interkoneksi antara sistem pangan dan perubahan iklim.

Pertanian pangan berkontribusi terhadap emisi Gas Rumah Kaca (GRK). Semakin besar kontribusi emisi akan mempengaruhi iklim. semakin tinggi emisi GRK di atmosfir akan menimbulkan kejadian iklim ekstrim yang besar baik intensitas maupun frekwensinya yang berdampak pada berkurangnya kemampuan produksi.

Lebih lanjut disampaikan untuk mengembangkan sistem pertanian yang rendah emisi dan adaptif  terhahap perubahan iklim,  FAO sudah mengembangkan sisem pertanian yang cerdas iklim yang terangkum dalam 6 komponen yakni penggunaan teknologi yang lebih efisien energi dan sumber energi berbasis non-BBM, penggunaan pupuk non  organik lebih efisien dan pupuk organik meningkat (optimalisasi pemanfatan limbah organik).

Di sisi pemanfataan lahan, lebih mengintensifkan lahan yang sudah digunakan daripada memperluas ke wilayah baru. Selanjutnya restorasi, konservasi dan penggunaan SDA yang lebih lestari  serta pemanfaatan informasi iklim. Informasi prakiraan iklim digunakan secara efektif dalam mengelola risiko iklim dan dijadikan pertimbangan dalam pengembangan kegiataan usaha tani. (Humas)