Sosialisasi Penundaan kredit bagi UMKM Harus Lebih Operasional
Belum lama ini, Presiden Joko Widodo menyampaikan adanya kebijakan relaksasi kredit yang khusus diberikan kepada para pelaku UMKM dan pekerja informal yang terdampak pandemi virus corona (covid-19).
Kebijakan pemerintah tersebut menjadi topik hangat dalam Bincang Pagi RRI Surakarta dengan dua narasumber, Eko Yunianto, Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Solo dan Prof. Dr. Asri Laksmi Riani, M.Si, Pengamat Ekonomi dari Universitas Sebelas Maret, Rabu 1 April 2020.
Dalam perbincangan itu, Eko Yunianto menjelaskan bahwa OJK telah merespon kebijakan pemerintah tersebut dengan menerbitkan Peraturan OJK (POJK) nomor 11 tahun 2020 tanggal 13 Maret 2020 yang intinya mengatur adanya relaksasi untuk penetapan kualitas kredit dan restrukturisasi kepada debitur di industri perbankan.
Sedangkan untuk industri non bank, sudah diputuskan dalam rapat dewan komisioner. Produk hukum dalam bentuk peraturan OJK masih menunggu, mungkin dalam waktu yang tidak lama lagi.
Dikatakannya, keringanan pembayaran kredit tersebut ditujukan bagi masyarakat yang terdampak wabah covid 19 baik langsung maupun tidak, yakni para pekerja informal, baik itu ojek online, sopir taksi, dan pelaku UMKM, nelayan, dengan penghasilan harian, dengan kredit di bawah Rp10 miliar, dan akan mulai berlaku bulan April ini.
Dalam hal ini, OJK telah melakukan diseminasi dan sosialisasi kepada stakeholder, pemerintah daerah, kadin dan asosiasi terkait berbagai ketentuan stimulus yg dikeluarkan dan untuk implementasinya, di dalam POJK, industri diminta untuk membuat pedoman internal tertulis yang intinya memuat ketentuan operasional dalam restrukturisasi. Pihak Industri harus melakukan inventarisasi yang terdampak covid-19, melakukan pemetaan berapa potensi yang dilakukan restrukturisasi.
Mekanisme atau prosedurnya adalah debitur yang terkena dampak covid-19 pro aktif menghubungi kreditur, baik perbankan maupun industri keuangan non bank. Di kondisi saat ini, debitur cukup menghubungi melalui telepon, email atau Whatsapp. Debitur menyampaikan bahwa usahanya terkena dampak covid-19. Atas dasar itu , debitur bisa mengajukan permohonan untuk dilakukan restrukturisasi.
Restrukturisasi yang akan dijalankan masing-masing perbankan ataupun industri keuangan non bank akan berbeda. Restrukturisasi bisa dalam bentuk penurunan suku bunga, perpanjangan jangka waktu pengurangan tunggakan pokok dan juga tunggakan bunga, skema penambahan fasilitas kredit baru, dan dimungkinkan juga skema penunandaan pembayaran pokok dan atau bunga. Hal itu tergantung hasil assessment oleh krediturnya terhadap debitur-debitur yang mengajukan.
Sementara itu, Prof. Asri menilai kebijakan pemerintah dalam rangka menopang perekonomian masyarakat di tengah masa darurat ini sangat tepat. Banyak usaha terkena dampak covid-19, langsung maupun tidak.
Prof. Asri berharap pihak perbankan maupun industri keuangan non bank bisa segera melakukan sosialisasi yang lebih operasional, Standar Operasional Prosedur (SOP) yang mudah dipahami oleh para UMKM. Untuk menghindari kerumunan orang dalam kondisi harus physical distancing/menjaga jarak, sosialisasi bisa dilakukan melalui media sosial.
Selanjutnya dikatakan, terhadap kebijakan pemerintah tersebut, para pengusaha UMKM khususnya tidak merespon secara terburu-buru, harus tetap mengikuti aturan yang ada. UMKM harus efisisen dalam menjalankan usahanya, memanfaatkan media sosial secara efektif dan melakukan transaksi secara online. (Humas).
Editor: Drs. BRM. Bambang Irawan, M.Si.