23 Apr 2022

Peringati Hari Kartini, Dharma Wanita Persatuan UP FEB UNS Belajar Mewiru Jarik

Kain jarik dan kebaya merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari budaya Jawa. Tempo dulu, pakaian tradisional ini digunakan sebagai pakaian keseharian perempuan Jawa. Seiring dengan perkembangan zaman, saat ini hanya sedikit perempuan Jawa yang masih peduli, baik dalam hal mengenakannya atau keingintahuan pada pakaian tradisional ini.

Pernyataan itu disampaikan Ibu Lini Subekti, Ketua Dharma Wanita Persatuan (DWP) Unit Pelaksana (UP) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Sebelas Maret (UNS) saat sambutan di acara Pertemuan DWP UP FEB dalam rangka memperingati hari Kartini, 21 April 2022 di Ruang Sidang 1 FEB UNS.

Kegiatan yang mengusung tema “Mewiru Kain/Jarik untuk Melestarikan Budaya Berkebaya” menghadirkan Ibu Emi Indrawati, SE, M.M. sebagai pemandu dalam mewiru jarik.

Menurut Ibu Emi, saat praktik, ibu-ibu Dharma Wanita  banyak yang sudah bisa mewiru jarik, namun teknisnya masih ada yang belum benar dan rapi. Hal ini sangat bisa dimaklumi karena sekarang sudah tidak jamannya lagi untuk mewiru jarik. Sudah banyak pula penjual yang menyediakan kain wiru yang sudah jadi.

“Mewiru jarik memang tidak semudah yang dibayangkan. Ibu-Ibu DWP UP FEB sudah banyak yang cukup mampu mewiru, hanya perlu merapikan saja dan beberapa ibu masih ada juga yang mengalami kesulitan karena tidak terbiasa” katanya usai menilai hasil mewiru.

Lebih lanjut dikatakan, hal-hal yang sangat perlu diperhatikan dan masih banyak yang belum tahu  adalah ketentuan ukuran lebar wiru, jumlah lipatan wiru, aturan arah parang atau lereng.

Menurutnya, dalam mewiru tidak boleh terlalu kecil maupun terlalu lebar. Untuk perempuan hendaknya dibuat dengan ukuran selebar 2 jari dan jumlahnya ganjil sedangkan untuk laki-laki, besar lipatan berukuran selebar 3 jari.

Jenis kain yang akan diwiru perlu diperhatikan karena beberapa jenis kain jarik ada yang tidak bisa “mati” jika dilipat sehingga sulit untuk diwiru. Demikian juga motifnya perlu diperhatikan sebelum mewiru agar hasilnya tepat, misalnya untuk motif burung arahnya harus ke atas.  Dalam proses mewiru memang perlu kejelian dan juga kelincahan tangan untuk menjaga kekonsistenan lebar wiru dari ujung ke ujung.

Saat ditemui usai acara, salah satu anggota Dharma Wanita, Ibu Sri Hulupi mengatakan sangat senang dengan agenda mewiru yang digelar. Selama ini Ibu Hulupi hanya sekedar bisa tapi belum tahu tekniknya yang benar dan rapi, sekarang jadi lebih paham. Harapannya, kegiatan ini akan berlanjut dengan belajar mengenakan jarik.

Latihan mewiru jarik memberikan pengetahuan bagi Ibu-Ibu Dharma Wanita terkait tradisi Jawa khususnya dalam hal mewiru kain. Dalam kegiatan itu, Ibu-Ibu yang dinilai baik dalam mewiru diberikan cinderamata sebagai apresiasi dan diserahkan langsung oleh Ibu Lini Subekti.  (Tetri).